Flash Sale! to get a free eCookbook with our top 25 recipes.

Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story (Bagian IV)

Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story
Artikel ini direpos dari website Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Jakarta, judul Perempuan dan Islam Nusantara: Reclaiming Her Story
Listen to this article

Oleh Riri Khariroh (Dosen di FIN UNUSIA Jakarta)

Era Kebangkitan Gerakan Perempuan dan Nasionalisme

Studi Cora Vreede-De Stuers (The Indonesian Women: Struggles And Achievement,1960) merupakan perintis kajian tentang pergerakan perempuan nasional yang melawan adat maupun kolonial awal abad ke-20.

Ada dua hal besar yg dikaji  yaitu;1)Perempuan Indonesia yang melawan hukum perkawinan yang tidak adil dan pembodohan perempuan; 2)Kesadaran personal dan kesadaran organisasi yang berujung pada gerakan perempuan nasional dalam himpunan Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang selanjutnya berevolusi menjadi Kowani.

Studi Cora ini juga menjawab pertanyaan yang sering diajukan dalam berbagai diskusi tentang mengapa gerakan perempuan pada masa pergerakan nasional mendefinisikan problem pokok gerakannya pada masalah perkawinan dan pendidikanTernyata dua problem inilah yang paling urgen dan dapat menyatukan perempuan Indonesia dari berbagai agama, etnis, dan kelas sosial saat itu. Dominasi laki-laki di dalam dunia perkawinan dan rendahnya pendidikan kaum perempuan akibat pengaruh budaya dan tafsir agama yang biasa gender merupakan penghalang bagi emansipasi perempuan dalam semua segi kehidupan dan untuk menjadi mitra laki-laki yang sejajar.

Bagaimana dengan kondisi terkini?

Tidak dapat dipungkiri bahwa agenda gerakan kesetaraan gender di Indonesia saat ini sangat maju dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya di dunia. Peran dan kontribusi para akademisi, aktivis NU (laki-laki dan perempuan), baik yang aktif di tingkat struktural (seperti IPPNU, Fatayat, Muslimat) maupun kultural membuka jalan agenda kesetaraan gender masuk ke ruang-ruang pesantren dan masyarakat. Pengaruh mendiang Gus Dur memainkan peran penting. Sebagai lokomotif NU selama tiga periode (1984-1999), pemikirannya yang progresif dan liberal telah menginspirasi lahirnya para pemikir Islam progresif dan liberal di tanah air, termasuk perkembangan feminis Islam, baik laki-laki maupun perempuan dalam organisasi NU yang selama ini dikenal konservatif khususnya di lingkungan pesantren. Gus Dur dengan tegas menolak kekerasan terhadap perempuan, membela pekerja perempuan, dan mengeluarkan Inpres tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional tahun 2000, ketika menjabat sebagai presiden.

Namun, catatan sejarah yang panjang menunjukkan penerimaan dan dukungan perempuan Muslim sebagai pemimpin oleh masyarakat dan komunitas Islam setempat. Sebelum, selama dan setelah era kolonial, ada banyak tokoh perempuan Nusantara yang menjadi pemimpin kerajaan, pemimpin militer, pemimpin pesantren, dan pemimpin gerakan.

Sebagai penutup, diskursus Islam Nusantara perlu terus dikembangkan dan dikaji secara mendalam sebagai sebuah konsep maupun praktik termasuk dengan menjelajahi sejarah perempuan (her story), pengalaman empiris mereka dan kelompok marginal lainnya di Indonesia. Penting untuk memastikan bahwa struktur epistemik Islam Nusantara memasukkan isu keadilan gender (gender justice) baik sebagai perspektif maupun perwujudan dalam tindakan dan sikap sehari-hari umat Islam Indonesia. Paradigma berpikir dan bertindak dalam diskursus Islam Nusantara tanpa visi yang jelas tentang keadilan gender akan menjadi tidak relevan dengan kehidupan perempuan Muslim dan masyarakat pada umumnya. Ke depan perlu dikembangkan diskusi-diskusi tentang perempuan dan Islam Nusantara yang tidak Jawasentrisme, sehingga pengetahuan akan sejarah perempuan Nusantara seperti  Sejarah perempuan Aceh, Sejarah Perempuan Minang, Sejarah Perempuan Bugis, Sejarah Perempuan Banjar, dan lain-lain akan memperkokoh bangunan pengetahuan Islam Nusantara.*

Bersambung, Baca tulisan sebelumnya.

Direpos dari Website Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Jakarta, klik untuk membaca full artikel

Ahmad Fairozi
Adalah alumni PP. Annuqayah Madura yang sedang menyelesaikan Sekolah Pasca Sarjana di UNUSIA Jakarta.