; Anak-anak di desaku
Di matamu aku melihat pelangi terlukis warna api
Menjilat-jilat ekor abjad yang semestinya tumbuh subur
Menggigit lidah dan otak yang belum retak
Di matamu daun-daun berguguran tak sempat mengenal batang
Cahaya merajam sketsa tanah kelahiran hingga kerontang
Ibu juga senang menimang tembang kematian
Di matamu tuhan kesepian
Aku dan puisi hanya bisa terdiam dan menyaksikan
Telenteyan, 2020